Thursday, September 20, 2007

Apa Biomekanika Olahraga?

Pendahuluan

Manusia dalam gerak merupakan kajian utama dalam ilmu keolahragaan. Oleh karena itu, mungkin salah satu tujuan ilmu keolahragaan adalah memberikan pengatuan secara ilmiah tentang gerakan manusia dalam olahraga yang dilakukan secara efektif, efisien, dan dengan risiko cidera yang sangat kecil. Salah satu tujuan tersebut di atas, telah diakomodasi dalam ilmu biomekanika olahragai sebagai cabang ilmu keolahragaan. Pada dasarnya, biomekanika merupakan ilmu terapan mekanika terhadap sistem lokomotor tubuh manusia. Mekanika sendiri merupakan cabang dari Fisika. Pada perkembangannya terdapat istilah biomekanika olahraga, disebut demikian karena biomekanika tersebut mengkaji gerak manusia dalam bidang aktivitas fisik atau olahraga. Namun demikian, sebelum membahas lebih lanjut tentang biomekanika olahraga, ada baiknya jika kita tahu dahulu tentang pengertian biomekanika. Beberapa referensi telah mengartikan biomekanika sebagai berikut, antara lain:

“Kajian mekanika pada suatu struktur biologi, seperti: aktivitas otot beserta prinsip-prinsip yang berkaitan dengan gerakan otot tersebut”

“Penerapan hukum-hukum mekanik terhadap struktur kehidupan, khususnya pada sistem lokomotor tubuh manusia”

“Mempelajari struktur dan fungsi sistem biologis dengan metode mekanika”

“Ilmu yang mempelajari tentang gaya internal dan eksternal yang berlaku pada tubuh manusia dan pengaruh-pengaruh yang dihasilkan olah kekuatan itu”

Dengan demikian maka, biomekanika olahraga adalah ilmu yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum-hukum mekanik dan gaya internal dan eksternal yang yang berlaku pada tubuh manusia ketika melakukan akivitas fisik atau olahraga serta pengaruh-pengaruh yang dihasilkannya. Untuk itu diterapkan metode mekanis dalam mengkajinya.

Biomekanika olahraga memiliki dua tujuan antara lain : mengurangi risiko terjadinya cidera, dan peningkatan performa saat berolahraga. Dengan biomekanika dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kecelekaan dan jenis dari cidera olahraga. kemudian, dengan bimekanika juga dapat mengidentifikasi faktor-faktor dan mekanisme yang mempengaruhi terjadinya cidera tersebut. Hal ini berhubungan dengan properti material biologis, mekanisme terjadinya cidera tersebut, perkiraan gaya yang berlaku pada struktur biologi tersebut. Pada akhirnya, dapat mencegah terjadinya cidera dalam olahraga dengan memperkecil risiko cidera.

Kajian biomekanika olahraga dibagi dalam dua bidang yaitu statika dan dinamika. Bidang statika membicarakan keadaan-keadaan saat semua gaya yang bekerja pada tubuh dalam keadaan seimbang. Sedangkan bidang dinamika membahas tentang keadaan-keadaan saat badan dalam kondisi tidak seimbang.

Agar lebih mudah dalam mempelajari biomekanika olahraga, selanjutnya perlu dipahami lebih dulu tentang ukuran-ukuran, dan istilah-istilah yang akan sering dijumpai pada saat mempelajari biomekanika olahraga.

Thursday, July 5, 2007

Apa Itu Strength

Bertanyalah tentang definisi strength kepada enam pelatih atau ilmuwan olahraga, dan mungkin akan didapai empat atau lima pengertian yang berbeda, beberapa pelatih dan atlet menggunakan istilah strength yang diartikan sebagi “to have power of resistance” atau masih menjadi pemikiran.

Pengertian ini tidak terbiasa dengan yang dipahami para pelari yang mendiskusikan pelatihan ”strength” sebagi kemampuan dayatahan. Di lain pihak, pelempar atau pengangkat beban mungkin menggunakan istilah “strength” untuk menyatakan kemampuan dalam mengangkat beban yang berat. Berdasarkan contoh-contoh tersebut, perlu kiranya ditetapkan definisi dari “strength” yang bisa diterima oleh ilmuwan olahraga maupun pelatih.

Didalam kajian pustaka ilmiah, beberapa pengertian “strength” telah digunakan selama beberapa tahun. Steindler (1935) mengartikan strength merupakan “the maximum display power”. Bagaimanapun juga, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ata (1981) pengertian ini mengandung satu istilah (power) yang tidak menjelaskan sistilah yang lain (strength).

Pengertian-pengertian selanjutnya mulai menentukan bahwa strength dan force merupakan suatu yang saling berhubungan, sebagaimana contoh Muller (1970) mengartikan strength sebagai “ gaya maksimal yang dapat dilakukan untuk melawan suatu beban yang tidak dapat bergerak dengan satu kontraksi”. Bagaimanapun, pengertian yang dikemukan oleh Muller (1970) tersebut mengimplikasikan bahwa semua strength diartikan sebuah “maximum isometric effort”.

Tidak semua ilmuwan atau praktisi keolahragaan setuju dengan pengertian tersebut, mereka menyatakan bahwa produksi gaya penting dalam “muscular endurance” (Jones 1974), kecepatan gerakan (MacCloy 1936), Nelson dan Fahrney 1965; Nelson dan Jorden 1969) dan gaya merupakan bagian yang penting untuk menghasilkan power (Berger dan Henerson 1966). Lebih jauh lagi, dalam pengertian tersebut telah dinyatakan bahwa ukuran dari kemampuan menghasilkan gaya maksimal meliputi 1 RM telah digabungkan dengan kemampuan menghasilkan power maksimal (Moss dkk, 1997; Robinson 1995).

Implikasinya adalah jika force dan strength dihubungkan kemudian strength harus dihubungkan dengan beberapa hal seperti dayatahan, kecepatan, dan power. Dengan demikian, satu pengertian strength yang merupakan satu kontraksi isometric maksimal mungkin terlalu sederhana dan tidak tepat mengartikan strength dibawah semua kondisi.

Mungkin, satu cara yang lebih baik untuk memulai memahami konsep “strength” adalah menentukannya sebagai suatu kemampuan. Dengan demikian, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai:

Strength = kemampuan dari sistem neuromuscular untuk menghasilkan suatu gaya (force)

Penggunaan definisi ini membuat strength dan force menjadi sinonim (sama). Lebih jauh lagi, penggunaan pengertian ini menghilangkan pembatasan dalam kondisi isometric sebagaimana dijelaskan sebelumnya dan mengarah lebih luas ke batasan deskriptif (seperti memberikan suatu seting keadaan). Contoh, force merupakan suatu penjumlahan dari vector dan memiliki arah dan jarak; kita juga dapat menjelaskan force didalam istilah dinamis atau stastis. Dengan demikian strength akan memiliki jarak dengan range dari 0% sampai 100% (maksimal), memiliki suatu arah yang merupakan hasil dari otot-otot yang diaktivasi dan akan menghasilkan suatu kecepatan dari pergerakan antara 0% sampai 100%.


Measurement of Strength (force)
Strength dapat diekspresikan dan diukur dalam sejumlah bentuk yang berbeda. Ada satu derajat yang tinggi dari kekhususan yang bersifat mekanis didalam pengukurang strength ini (parameter lain seperti power dan dayatahan).

Ini berarti bahwa hanya beberapa tes yang sesuai. Pengukuran stength untuk aplikasi olahraga bergantung pada beberapa faktor meliputi pola-pola gerakan, atau ketentuan-ketentuan posisi dalam pengetesan isometrik, kelajuan, besarnya pengembangan gaya, atau jenis aksi atau kontraksi otot. Beberapa jenis kontraksi otot antara lain:

1. Isometric – otot menegang (berkontraksi) tetapi tidak terjadi perubahan panjang
2. Concentric – otot menegang (berkontraksi) dan memendek
3. Eccentric – otot menegang (berkontraksi) dan memanjang
4. Plyometric – kontraksi consentric secara cepat diawali dengan sebuah kontrasi eccentric

Kontraksi jenis 2-4 adalah bersifat dinamis, dan dapat terapkan dalam berbagai pola-pola gerak yang berbeda dan pada kecepatan yang berbeda pula. Kontraksi jenis 1, adalah sebuah ekspresi dari kekuatan statis yang dapat diterapkan dalam sejumlah pola-pola posisional dan pada pembentukan force yang berbeda. Semua faktor-faktor ini dapat membuat pengukuran strength menjadi membingungkan. Memilih tes yang tepat untuk suatu cabang olahraga tertentu adalah suatu yang sangat penting.

Suplementasi Kreatin Dalam Latihan Dan Olahraga

Suplementasi Kreatin dalam Latihan dan Olahraga
Oleh: Abdul Aziz Hakim


Abstract
Creatine is an amino acid, like the building blocks that make up proteins. Creatin in the form of phosphocreatine (creatine phosphate) is an important store of energy in muscle cells expecially for sprinting and explosive exercise. Atlhetes can increase the amount of creatine in muscle by taking creatine suplements. Although some studies report no ergogenic effect, most indicate that creatine supplementation (e.g 5-20 g per day for 5 tp 7 days) increases sprint performance by 1-5%. These ergogenic effect appear to be related to the extent of uptake of creatine into muscle. Creatine supplementation for a month or three during training has been reported to promote further gains in sprint performance (5-8%), as well ass gain in strength (5-15%) and lean body mass (1-3%). The only known side effect in increased body weight. More research is needed on individual differences in the response to creatine.

Key words: Creatine, Phosphocreatine, sprint, body composition, strength and power.

Pendahuluan
Kreatin merupakan salah satu produk suplemen makanan yang dijual bebas, dan dikenal sebagai suplemen untuk body builder dan pecinta weight training. Tidak hanya itu, di Amerika atletpun baik professional maupun amatir juga tampak banyak yang menggunakan keratin, dengan tujuan meningkatkan kinerja fisik serta performannya saat bertanding atau berkompetisi (Luinski, 2006). Dengan menambahkan asupan makanan berupa kreatin, para pemakai berharap power otot skelet mereka menjadi lebih besar. Bahkan label yang tertera pada suplemen menyatakan “creatine is important for short energy burst such as sprinting and weight lifting” dan “kekurangan fosfokreatin dapat menyebabkan kelelahan otot dan lemahnya power otot”. Dalam label juga dinyatakan bahwa suplementasi kreatin dapat meningkatkan massa otot.
Kreatin dipasarkan dalam bentuk kapsul, pouder dan permen. Tetapi yang paling banyak digunakan adalah yang berbentuk pouder (Louinski, 2006). Dalam petunjuk penggunaan dijelaskan bahwa 1 sendok teh bubuk keratin mengandung 5 gram keratin monohidrat. Asupan yang disarankan dengan dosis 1-2 sendok teh per/hari yang dicampur dengan 8 Ons air atau minuman dingin. Sedangkan untuk memperbesar otot dan menambah massa otot disarankan 10-20 gr /hari dan untuk masa pemeliharaan disarankan untuk mengkonsumsi 5-10 gr/hari sebelum atau sesudah latihan. Petunjuk ini mengklaim bahwa dengan mengikutinya akan meningkatkan simpanan kreatin dalam otot sebesar 20-50 %. Namun ini semua adalah saran yang ditulis dalam label sebuah produk yang dikeluarkan oleh perusahaan yang memproduksi barang tersebut. Sehingga kesan cenderung mengunggulkan hasil produksi sangat tampak bila kita pahami lebih jauh. Apakah itu hasil penelitian atau hanya dibuat agar produksi mereka laku dalam jumlah yang besar? Itu perlu dipertanyakan!.
Berdasarkan kenyataan diatas perlu disadari akan pentingnya informasi yang dapat memberikan penjelasan yang sebenarnya secara ilmiah dengan tanpa kecenderungan berat sebelah, baik antara prokreatin atau anti keratin. Pernyataan netral dari hasil sebuah penelitian sangat diperlukan untuk mengkonfirmasikan segala pernyataan yang ada pada label produk kreatin. Untuk itu, dalam makalah ini dibahas tentang beberapa hasil penelitian tentang penggunaan makanan tambahan berupa kreatin.
Manfaat yang diharapkan adalah memberikan informasi kepada pengguna kreatin tentang kenyataan sebenarnya pengaruh konsumsi kreatin. Di Amerika, Inggris, Canada dan beberapa negara barat lainnya, Kreatin sering digunakan oleh atlet profesional maupun amatir untuk meningkatkan performanya. Sedangkan di Indonesia, penggunaan kreatin lebih banyak pada pecinta olahraga angkat beban pada klub-klub kebugaran.
Kreatin adalah bagian dari asam amino, ditemukan dalam sel otot skelet sebesar 95% dan sisanya 5% disimpan di dalam hati, otak dan testis (walked, 1979 dalam Lim, 2005). Kreatin disintesis oleh hati, ginjal dan pangkreas dan diperoleh dari konsumsi ikan, daging, atau produk-produk yang berasal dari daging hewan (Lim, 2005). Kreatin dalam bentuk fosfokreatin (PCr) merupakan simpanan energi yang sangat penting di dalam sel otot. Selama aktivitas fisik intensitas tinggi dengan waktu kurang dari 30 detik, kreatinfosfat di pecah menjadi kreatin dan fosfat serta energi yang bebaskan digunakan untuk membentuk kembali ATP. Pada kinerja otot yang cepat dengan intensitas tinggi (power) menyebabkan simpanan kreatinfosfat di otot menjadi berkurang, ini disebabkan ATP tidak dapat di resintesis dengan cepat untuk keperluan aktivitas fisik tersebut (Murray, 1996). Tetapi dengan suplementasi kreatin, simpanan fosfokretain (PCr) di otot rangka akan meningkat dan itu menyebabkan lebih banyak ATP yang dapat diresintesis untuk bahan bakar aktivitas otot sehingga memungkinkan otot bekerja lebih berat sebelum mengalami kelelahan (Murray, dkk., 1996; Bolsom, dkk., 1995; Casey, dkk,. 1996; Greenhaf, dkk,. 1993; Haris, Sodurlund dan Hultman, 1992). Penggunaan suplemen kreatin dalam jangka waktu yang lama juga akan menambah kekuatan 5-15%, kemampuan lari cepat 5-8% dan mungkin juga berat badan tanpa lemak (lean body mass) (Kreaider, 2006; Haff, dkk., 1997).

Sumber Kreatin
Tubuh mengumpulkan kreatin dari berbagai makanan (termasuk suplemen) atau melalui sintesis dari precusor asam amino yang diperoleh dari makanan-makanan yang mengandung kretain antara lain daging, tuna, dan salmon (Sahelian dan Tule, 1997). Konsumsi normal makanan sehari-hari mengandung 1-2 g creatin, tetapi vegetarian mengkonsumsi lebih sedikit (Toler, 1977; Moughan, 1995). Kreatin yang masuk ke dalam tubuh bersamaan dengan bahan makanan lainnya, diserap dari sistem pencernaan sampai ke aliran darah lalu disimpan di dalam otot. Jika asupan gizi makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi kebutuhan, maka kreatin dapat disintesis dari asam-asam amino yang tersimpan dalam tubuh dalam bentuk glisin, arginin dan methionin. Ginjal menggunakan glisin dan ariginin untuk membentuk gumdin asetat, yang kemudian akan dirubah menjadi kreatin dengan bantuan enzym liver methylates (Murray, 1996). Kemudian tiransporkan ke sel-sel otot untuk disimpan. Selain di otot, juga akan disimpan di dalam ginjal, sel sperma, dan jaringan otak (Maughan, 1995). Jumlah maksimal kreatin yang dapat disimpan tubuh adalah 0,3 g per kg berat badan (Haris, Soderlund, dan Hulfan, 1992). Kandungan kreatin otot skelet rata-rata 125 milimol per kg berat badan (mmol/kg/dm) dan rangenya antara 60-160 mmol/kg/dm). Atlet-atlet dengan simpanan kreatin yang tinggi tidak akan tampak mendapatkan keuntungan dari suplementasi kreatin, tetapi individu dengan level kreatin otot yang rendah, akan mendapatkan manfaat yang besar sekali dengan mengkonsumsi suplemen kreatin. Tanpa suplementasi kreatin, tubuh sebenarnya sudah mampu menyediakan kreatin otot sejumlah 2 gram per hari (Haff dan Potterger, 1997).

Pengaruh kreatin terhadap kreatin otot, fosfokreatin (PCr) dan ATP
Penggunaan kreatin 2 gram per hari untuk orang dengan berat 70 kg, kira-kira separuh dari kebutuhan kreatin, disediakan oleh tubuh dengan mensintesis kreatin dari asam amino. Kebutuhan kreatin sehari-hari juga diperoleh juga diperoleh dari makanan berupa daging atau ikan yang merupakan sumber utama, contoh: terdapat 1 g kreatin per 250 g daging, mengkonsumsi kreatin sintesis merupakan cara utama yang dilakukan atlet untuk meningkatkan simpanan kretain otot. Dosis 20 g/hari selama 5-7 hari biasanya meningkatkan jumlah total kretain otot sebesar 10-20%, dan 1/3 dari kelebihan kretain otot berbentuk kreatin fosfat (Haris, 1992; Balsom, dkk, 1995).
Penelitian lain dengan memberikan dosis 5 g kreatin per hari meningkatkan kreatin di dalam otot dan kreatin fosfat di dalam otot. Dari 17 orang subjek dengan jumlah kretain otot terendah di awal percobaan terlihat mengalami peningkatan yang paling besar. Dengan olahraga juga dapat meningkatkan pemasukan kreatin ke dalam otot dan selama penelitian berlangsung tidak ditemukan efek samping (Moughan, 1995).
Banyaknya kreatin di dalam otot tidak tampak meningkatkan konsentrasi ATP saat istirahat, tetapi membantu mempertahankan konsentrasi ATP selama lari jarak pendek dengan upaya maksimal. Ini mungkin juga dapat menambah jumlah ATP dan resintesis ATP selama melalukan aktifitas fisik (olahraga).(Greenhafl, dkk., 1993a; Balsom, dkk., 1993a; Casey, dkk., 1996). Terdapat juga penelitian yang melaporkan bahwa tidak semua subjek penelitian merespon positif terhadap suplementasi kreatin sebagaimana yang dilaporkan Greenhalf, dkk., (1993a). Subjek yang memiliki konsentrasi kreatin dalam otot saat istirahat yang rendah, tidak tampak mengalami peningkatan dengan di berikannya suplementasi kreatin. Tetapi pada beberapa penelitian memperlihatkan peningkatan jumlah kreatin dalam otot lebih besar 10 % pada suplementasi kreatin yang diberikan bersama-sama glukosa daripada hanya suplementasi kreatin saja. (Green.dkk.1996).

Pengaruh terhadap komposisi tubuh
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa setelah penggunaan suplemen kreatin dalam jangka waktu yang pendek, terjadi peningkatan berat tubuh sebesar 0,7 kg – 1,6 kg. Sedangkan pemakaian dalam jangka panjang penambahan berat badan dapat mencapai lebih dari 3 kg. Kreider, dkk. (1996) melaporkan bahwa suplementasi kreatin selama 28 hari menghasilkan peningkatan 1,1 kg berat tubuh tanpa lemak, dengan subjek pemain sepak bola. Sedangkan Lim, (2005) melaporkan terjadi peningkatan berat badan sebesar 2,3 kg dan penurunan persentase lemak tubuh 0,1 % serta peningkatan berat badan tanpa lemak sebesar 2,9 kg.

Efek samping
Efek samping penggunaan suplementasi kreatin baik dalam periode yang pendek maupun jangka panjang, belum banyak terdapat bukti yang telah dipublikasikan. Dalam penelitian pada pasien, subjek tidak terlatih dan atlit dengan dosis 1,5 – 2,5 gr/hari selama lebih dari 1 tahun hanya menampakkan efek samping penambahan berat badan (BB) (Balsom, Soderlund, & Ekbom,1994). Penambahan berat badan (BB) ini dapat disebabkan meningkatnya massa otot. Ini merupakan akibat dari masuknya air kedalam sel otot karena kreatin adalah subtansi aktif secara asmotik.(Vandomberghe, dkk.,1996). Retensi air mungkin berhubungan dengan terjadinya kram otot, dehidrasi dan lemahnya tolerasi terhadap panas. Dengan demikian, untuk mengetahui efek samping suplementasi kreatin baik dalam periode jangka pendek maupun jangka panjang diperlukan penelitian yang lebih jauh lagi.

Penutup
Penemuan-penemuan ini mendukung pendapat bahwa suplementasi kreatin selama latihan dapat meningkatkan berat badan (BB) tanpa lemak (lean body mass). Tetapi bagaimana proses itu bisa terjadi, belum terdapat penjelasan yang jelas dan teori yang mendasari proses ini adalah suplementasi kreatin meningkatkan retensi air dan sintesis protein. Untuk itu perlu pengujian-pengujian melalui penelitian yang lebih banyak lagi untuk membuktikan teori ini.
Daftar Pustaka

Balsom, dkk. 1993a. Creatine Supllementation and Dynamic High-intensity Intermittent Exercise in Humans. Scandinavian J of Med and Sci in Spt; 3, 143-149.

Balsom, Soderlund, K., and Ekhbom, B. 1994. creatine in human with special references to creatine supplementation. Spt Med. 18. 268-280

Balsom, Soderlund, K., Sjodin, B., Ekhbom, B. 1995. Skeletal muscle metabolism during sort duration high-intensity exercise: influence of creatine supplementation. Acta Physiologica Scandinavia. 1154, 303-310.

Casey, A., Constantin, T., Howel, D., Hultman, E., & Greenhaff . 1996. Creatine Ingestion Favorably Affect Performance and Muscle Metabolism During Maksimal Exercise in Humans. American. J of Physiol; 271, E31-37.

Green, A., Sewel, D., Simpson, L., MacDonald, I., & Greenhaff, P. 1996a. Creatine ingestion ougments muscle creatine uptake and glicogen synthesis during carbohydrate feeding in man. J of Physiol, (Absract)

Greenhaff, P., Casey, A. Short, A., Haris, R., Soderlund, K., & Hultman, E. 1993a. influence of oral creatine supplementation on muscle phosphocreatine resynthesis following contraction in man. J of Physiol, 467, p 75. (abstract)

Greenhaff., P., Casey, A., Short, A., Haris, R., Sodurlund, K., & Hultman, E. 1993b. Infulence Of Oral Creatine Supplementation Of Muscle Torque During Repeated Bouts Of Maximal Voluntary Execise In Man. Clinical Science, 84. 565-571.

Haris, R., Soderland, K., & Hultman, E. 1992. Elevation Of Creatine In Resting And Exercise Muscle Of Normal Subjects By Creatine Supplementation. Clinical Science, 83, 367-374.

Haff, G., dan Potteger, J.A. 1997. Creatine Supllementation For Strength And Power Athlete. Strenght and conditioning. 19 (6), p 72-74

Kreider, R., Fereira, M., Wilson, M., Greenhaff, P., Reinhardy, J., et all. 1998. Effects Of Creatine Supplementation On Body Composition, Strength And Sprint Performance. American J Spt Med, Retrieved by Email at 3-4-2006.

Lim, Jon. 2005. The Effect Of Creatine Supplementation On Body Composition , Muscular Strenght And Power. American J Spt Med. Vol 9 p. 340-345

Luinski, Beth. 2006. Creatine Supplementation. Sports Performance Bulletin. Retrieved by Email at 8-8-2006.

Moughan, R. 1995. Creatine Supplementation And Exercise Performance. Int J of Spt Nutr, 5:94-101

Murray, dkk. 1996. Harper’s Biochemistry, 24th Edition. Stanford, CT: Appleton dan Lange

Sahelian, R. & Tule, D. 1997. Creatine: Nature’s Muscle builder. Garden City, NY: Avery Publishing Group.

Toler, S. 1997. Creatine Is An Ergogenic For Anaerobik Exercise. Nutrition Review, 55, 21-25.

Vanderberghe, K., Gillis, N., Van Leemputte, M., Van Hecke, P., VanStapel, F., and Hespel, P. 1996. Caffeine Counteracts The Ergogenic Action Of Muscle Creatine Loading. J of Appl Physiol, 80, 452-457

Saturday, February 17, 2007

Paradigma Pelatih Harus Dirubah

Kata pelatih sudah tidak asing lagi pada telinga kita. ya pelatih.. kata itu mengingatkan kita tentang seorang yang pandai dan menguasai tentang segala hal pada suatu cabang olahraga baik itu sepak bola, bulutangkis, tenis lapangan, dan lainya. Bahkan banyak pelatih pun mengakui akan hal itu, yaitu ia merasa telah menguasai segala seluk beluk yang berkaitan dengan cabang olahraga yang dilatihnya. Dan ironisnya, ini benar-benar terjadi di dunia olahraga khususnya di indonesia.
Lihat saja... seorang peatih sepak bola atau bulutangkis merasa ia tahu segalanya tentang sepak bola atau bulutangkis, baik itu teknik, fisik, kesehatan, kondisi fisik, gizi maupun performan pemain. sehingga sering kita jumpai dalam suatu klub besar sepak bola atau bulutanglis hanya terdapat satu atau dua pelatih merasa ia mampu membuat suatu tim yang bisa tampil dengan performan yang bagus. kalo dipikir-pikir apa itu mungkin???? atau itu hanya sifat "sombong" kebayakan pelatih yang ada diindonseia karena mungkin sebagian kecil sudah berubah.
seharusnya pelatih itu tau diri, bukanlah mustahil bagi mereka untuk mengetahui dan dapat menguasai segala hal tetang cabang olahraga itu.
sebagai gambaran bodoh saja...
kita pasti pernah lihat atau mungkin pernah bermain Play Station, contohnya sepak bola. seorang pemain yang sedang bermain play station, ibarat seorang pelatih yang akan mengendalikan strategi penempatan pemain, siapa yang akan dimainkan, teknik individu pemain dan strategi-strategi lain yang diperlukan dipermainan sepak bola. Dalam menyusun pemain serta siapa yang akan dimainkan pelatih (pemain PS) perlu informasi tentang performance setiap pemain saat itu, untuk itu, tinggal klik aja maka keadaan fisik pemain-pemain akan muncul jadi pelatih (pemain PS) tinggal memilih siapa pemain yang keadaan fisiknya baik saat itu.
Bayangkan jika pada keadaan yang nyata pada dunia persepakbolaan, maka untuk mengetahui kondisi setiap pemain pelatih harus mengadakan pemeriksaan melalui tes baik lapangan maupun laborat? pertanyaannya...?
apakah pelatih mampu melakukan itu atau cukup waktukah mereka untuk melakukan itu...?
kalau bisa diambil hikmah dari PS2, informasi kondisi pemain dengan mudah diperoleh karena memang sudah ada progran yang khusus dirancang untuk menyediakan informasi itu... jadi waktu yang dibutuhkannya semakin singkat.
Kembali ke kondisi nyata!! Sekarang... jika saja para pelatih tidak sombong, maka sebenarnya kesulitan tersebut bisa diatasi!
Untuk menyediakan informasi tentang kondisi fisik pemain, maka perlu suatu tim yang terdiri dari Phyiologis, Dokter, dan Ahli Kondisioning yang selalu memantau keadaan pemain baik secara lapanga maupun laborat, dan data yang didapat tentang kondisi pemain diberikan kepada pelatih sebagai pertimbangan dalam memainkan pemain. bukanlah ini mudah... dan mengefektifkan waktu.
selain itu.. misalnya untuk mengevaluasi teknik menyepak... haruskah pelatih mem"pelototi" satu-persatu teknik yang dilakukan pemain, baik secara langsung maupun dengan rekaman video? walaupun kadang "insting" seorang pelatih benar tentang penyebab dan apa yang harus likakukan seorang pemain agar teknik lebih tepat lagi. Tetapi pelatih tetap butuh seorang yang ahli dalam analisis gerak olahraga (Biomekanis olahrag).
Lihat saja...
Kenapa David Beckham bisa melakukan tendangan yang begitu akurat..?
Tidak lain itu karena ia selalu melakukan analisis gerakan yang dilakukan setiap bech selesai melakukan latihan, di Inggris sudah banyak ahli sports biomechanics, jadi dengan dibantu ahli tersebut Beckh berhasil memperbaiki teknik sepakannya hingga hasilnya menjadi "akurat". Ini karena faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sepakan benar-benar terukur sehingga bagaimana sudut, kecepatan kaki, jarak kaki tumpuan dengan bola serta posisi badan? telah di analisis secara objectif dan oleh ahlinya sehingga hasil analisis itu benar-benar menjadi umpan balik yang efektif bagi Beckh.
jadi...
apakah pelatih mampu melakukan itu sendiri??
Sudah saatnya pelatih menghilangkan ke "sok tahunya" dia, Kalo tidak, olahraga prestasi tidak akan pernah berprestasi?? bahkan sepak bola akan semakin terpuruk!!
Lihat saja di Malaysia... Hanya sebuah Klub Sepak Takraw Kecil, sudah mempunya ahli Biomekanis, Fisiologis, Pelatih Fisik Sendiri, dan Ahli Gizi.
Sekarang, cepat tentukan sikap anda sebagai pelatih.. saatnya anda rubah paradigma anda

Saturday, January 27, 2007

Prihatin dengan prestasi olahraga indonesia

Melihat prestasi olahraga indonesia saat ini membuatku sedih, bagaimana tidak, peringkat indonesia pada multieven olahraga tingkat asia tenggara saja sudah sangat merosot, apa lagi jika di lihat dari hasil yang diperoleh tim merah putih di asean games desember 2006 lalu, sungguh memprihatinkan. rupanya hampir semua orang yang mencintai olahraga tanah air ini melihat keberhasilan prestasi keolahragaan nasional dari perolehan emas dan peringkat indonesia di ajang multieven seperti itu. walaupun saya sebenarnya tidak terlalu setuju dengan pendapat banyak orang itu, tetapi mereka juga tidak salah. jika memang demikian saya berharap pola pembinaan olahraga dapat dirubah.
hanya sekedar usul saja, bagaimana jika olahraga yang dibina adalah cabang olahraga yang memiliki kesempatan meraih medali emas yang banyak seperti, atletik, senam, renang, panahan, bulutangkis. dengan demikian dana yang dikeluarkan untuk pembinaan tidak akan sia-sia. jika pembinaan dilakukan dengan benar melalui pendekatan ilmiah ilmu keolahragaan, saya optimis, peringkat indonesia di ajang multieven tersebut akan meningkat.